Sabtu, 11 Juni 2011

MORO: Pejuang Filipina Selatan


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjuangan muslim Moro menuntut kemerdekaan sudah berlangsung sejak zaman kerajaan-kerajaan di wilayah Filipina Selatan sekarang, baik ketika melawan penjajahan Spanyol, Amerika, maupun melalui perjuangan gerilya melawan pemerintah pusat Filipina. Baru pada awal tahun 1969, dibentuklah organinsai resmi yang menyatukan semua kelompok di wilayah muslim dalam organisasi Mindanao Independent Movement/Gerakan Kemerdekaan Mindanao (MIM) yang didirikan dengan tujuan perjuangan menuntut kemerdekaan masyarakat muslim Mindanao dari pemerintah Filipina.
MIM kemudian aktif dan pada tahun 1972 menjadi Moro National Liberation Front/Front Organisasi Liberal Bangsa Moro (MNLF) yang dipimpin oleh Nur Misuari yang berdialogikan nasionalis sekular. MNLF adalah organisasi Bangsa Moro yang berjuang untuk kemerdekaan Bangsa Moro dan tanah air mereka, yakni Mindanao, Sulu, dan Palawan yang dikenal sebagai MinSuPala
MNLF menyatakan perang dengan pemerintah Filipina sejak tahun 1972-1976 di bawah kepemimpinan Nur Misuari. Perjuangan pasukan kebebasan MNLF memaksa pemerintah Filipina saat kepemimpinan presiden Ferdinand E. Marcos untuk menandatangani perjanjian tuntutan otonomi daerah di Filipina Selatan dengan bantuan pemerintah Libya yang diwakili oleh Kolonel Muamar Qadafi.
Pada tahun 1976, MNLF dan pemerintah Filipina akhirnya bertemu di Tripoli (Libya) guna merundingkan penyelesaian masalah tuntutan otonomi diwilaya Filipina Selatan yang diketengahi oleh Organization Of The Islamic Comfrence (OIC). Perundingan tersebut berakhir dengan ditandatanganinya perjanjian damai Tripoli oleh Imelda Marcos (mewakili pemerintahan Filipina) dan Nur Misuari (mewakili Moro). Perjanjian ini akhirnya kurang mendapat respon kedua belah pihak, karena kurangnya kejujuran kedua belah pihak.
Pada tahun 1977, terjadi perpecahan dikalangan MNLF dengan keluarnya Hashim Selamat dari MNLF dan mendirikan organisasi perjuangan sendiri Moro Islamic Liberation Front (MILF,) tahun 1984. Hashim Selamat merupakan pejuang ulama yang murni berdialogikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan.
Satu hal yang membuat penulis tertarik untuk meneliti perjuangan muslim Moro ini adalah perjuangan yang memakan waktu begitu panjang, namun sampai sekarang belum menemukan titik terang. Dalam perjalanan memperjuangkan hak-haknya, muslim Moro terpecah menjadi bebrapa faksi. Pertama: Pihak yang diidentifikasi sebagai kelompok radikal/garis keras yang untuk mengatasi penderitaan umat muslim dengan berjuang memisahkan diri dari Filipina. Kedua: Pihak yang diidentifikasi sebagai kelompok moderat/garis lunak yang berjuang membela nasib umat Islam dengan cara-cara yang legal, konstitusional, dan dalam kerangka kesatuan Filipina.
Memperhatikan perjuangan muslim Moro tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat persoalan ini menjadi suatu karya ilmiah. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul “MNLF DAN MILF: Perjuangan Politik Muslim Moro Di Filipina Selatan (1972-1996)”

B. Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Agar masalah ini tidak keluar dari pokok permasalahan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik antara pemerintah Filipina dengan muslim Moro?
b. Bagaimana perjuangan muslim Moro dalam bentuk organisasi MNLF dan MILF?
c. Apa saja upaya damai dan rekonsiliasi yang dilakukan pemerintah Filipina?
2. Batasan Masalah
a. Batasan Temporal
Penulis mengambil batasan temporal dari tahun 1972-1996. Penulis mengambil batasan tahun ini dengan alasan pada tahun 1972, berdiri Moro National Liberation Front (MNLF) yang dipimpin oleh Nur Misuari. Sedangkan tahun 1996, merupakan tahun ketika muslim Moro yang diwakili oleh Nur Misuari dengan pihak pemerintah Filipina mengadakan perundingan di Istana Merdeka Jakarta untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Filipina Selatan. Perundingan ini berakhir dengan diberikannya Autonomi Muslim Mindanao atau ARRM dengan dilantik Nur Misuari menjadi gubernur.

b. Batasan Tematis
Bedasarkan latar belakang masalah di atas, batasan tematis adalah bagaimana perkembangan perjuangan politik muslim Moro di Filipina Selatan dalam bentuk organisasi.
C. Tinjauan Kepustakaan
Setelah penulis melakukan tinjauan terhadap perpustakaan IAIN IB Padang, perpustakaan UNAND, perpustakaan STEKIP, perpustakaan UNP, dan perpustakaan Daerah, penulis belum menemukan skripsi ataupun buku yang berjudul “MNLF DAN MILF: Perjuangan Politik Muslim Moro Di Filipina Selatan (1972-1996)”, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa penulis akan menemukan karya ilmiah yang sama ketika melakukan tinjauan perpustakaan selanjutnya. Apabila penulis menemukan karya ilmiah yang sama dengan penulis angkat maka penulis akan berusahan melihat permasalahan dari segi yang lain, agar penelitian yang akan penulis lakukan tidak ada kesamaan dengan penelitian yang telah ada.
Skripsi yang berkaitan dengan permasalahan ini yang telah penulis temukan, yaitu:
Ria Asmara, Perkembangan Kerajaan Sulu (1450-1936), IAIN IB, 2006. Skripsi ini lebih memfokuskan pada perkembangan kerajaan Sulu dari tahun 1450 sampai 1936. Mulai dari awal berdiri, berkembang, dan sebab-sebab runtuhnya kerajaan Sulu. Kerajaan Sulu salah satu kerajaan Islam di Filipina Selatan.
Amelia, Kehidupan Masyarakat Islam Moro di Filipina Selatan (1565-1946), IAIN IB, 2003. Persoalan pokok dalam skripsi ini mengenai kondisi umat muslim Moro pada masa kolonial Spanyo dan Amerika Serikat.
Dari hasil skripsi diatas, walaupun telah membahas mengenai muslim Moro, namun tidak ada kesamaan dalam permasalahan yang akan penulis angkat. Penulis lebih mempokuskan pada perjuangan politik muslim Moro dalam bentuk organisasi (1972-1996). Skripsi diatas akan penulis jadikan sebagai rujukan.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka penelitian ini bertujuan:
a. Melihat penyebab munculnya konflik antara pemerintah Filipina dengan muslim Moro.
b. Melihat perjuangan muslim Moro dalam bentuk organisasi MNLF dan MILF
c. Melihat usaha perdamaian dan rekonsiliasi yang dilakukan pemerintah Filipina.
2. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai sumbangan penelitian terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Sejarah.
b. Sebagai sumbangan penulis untuk menambah karya ilmiah pada perpustakaan Institut dan Fakultas Ilmu Budaya (ADAB) IB Padang.
c. Sebagai bahan informasi tentang perjuangan umat muslim Moro di Filipina selatan.
d. Sebagai sarat untuk mencapai gelar serjana humaniora di jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

E. Penjelasan Judul
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dalam memahami penelitian ini, perlu adanya dijelaskan beberapa istilah yaitu:
MNLF dan MILF : MNLF adalah organisasi yang didirikan oleh Nur Misuari, yang berdioalogikan nasionalis sekular (kelompok moderat/garis lunak). Sedangkan MILF adalah organisasi yang didirikan oleh Hashan Slamat yang murni berdialogikan Islam (kelompok radikal/garis keras)
Perjuangan Politik : Perjuangan adalah perkelahian merebutkan sesuatu . Sedangkan politik adalah Pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti sistem pemerintahan . Perjuangan politik adalah perjuangan merebutkan sesuatu yang berhubungan dengan sistem pemerintahan.
Muslim Moro : Orang-orang Islam Filipina oleh Spanyol disebut Moro . Istilah ini berasal dari kata Moor, sebutan orang Islam di Spanyol oleh orang-orang Katolik. Sampai sekarang orang-orang muslim Filipina tetap disebut Moro.
Jadi, maksud dari judul di atas adalah bagaimana perjuangan masyarakat Islam dalam bentuk organisasi, untuk menuntut otonomi daerah di wilayah Filipina bagian selatan.
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan sumber-sumber yang terkait dengan permasalahan ini. Sumber-sumber yang dikumpulkan dapat dikelompokkan kepada sumber primer dan sumber sekunder. Akan tetapi, dalam proses pengumpulan sumber, penulis kesulitan dalam menemukan sumber primer. Penulis belum menemukan sumber primer yang berasal dari pelaku atau penyaksi peristiwa perjuangan muslim Moro. Sehingga sumber yang penulis gunakan yaitu sumber sekunder. Sumber sekunder adalah informasi yang diperoleh dari subjek/objek yang tidak langsung terlibat dengan peristiwa, antara lain buku yang membahas tentang umat Islam di Filipina, jurnal-jurnal yang berkaitan dengan umat Islam di Filipina, dan informasi dari internet.
2. Kritik Sumber
Untuk mendapatkan data yang akurat dilakukan kritik sumber yaitu kritik eksternal dan internal. Kritik eksternal dimaksudkan untuk menguji otentisitas material sumber (kebenaran kertasnya, kebenaran tintanya), sedangkan kritik internal dimaksudkan untuk menguji impormasi yang diperoleh dari sumber-sumner tersebut apakah benar objektif dan kredibel. Semua sumber yang penulis dapat baik di perpustakaan maupun di internet, maka penulis menguji sumber tersebut.
3. Sintesis
Setelah melakukan kritik sumber, kemudian sumber tersebut di kelompokkan berdasarkan urutan waktu dan kronologis peristiwa. Kemudian antara sumber yang satu dengan sumber yang lainnya dirangkai untuk mencari hubungan antara satu fakta dengan fakta yang lain. Sehingga dapat membentuk kerangka penulisan mengenai MNLF DAN MILF: Perjuangan Politik Muslim Moro Di Filipina Selatan (1972-1996)
4. Penulisan
Pada tahap ini, penulis mendeskripsikan hasil penelitian ke dalam karya tulis. Dalam penulisan ini menggunakan bentuk penulisan sejarah yaitu sesuai dengan urutan waktu dan peristiwa sejarah yang sesungguhnya terjadi dan penulis mengungkapkan aktualitas sejarah dan diuraikan secara sistematis.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini disusun berdasarkan uraian yang berpola pada 5 bab yaitu :
BAB I : Uraian tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tinjauan kepustakaan, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan judul, metode penelitian, sistematika penulisan.
BAB II : Etnografi Filipina selatan yang berisikan kondisi geografis, pendidikan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, sosial keagamaan, sosial politik.
BAB III : Filipina selatan dalam lintas sejarah yang membahas sekilas tentang masuk dan perkembangan agama Islam di Filipina selatan, Islam masa kolonial Spanyol, Islam masa imperialisme Amerika Serikat, Islam pasca kemerdekaan sampai sekarang
BAB IV : Dinamika perjuangan muslim Moro: Membahas tentang perjuangan politik Muslim Moro dalam bentuk organisasi dari tahun 1972 hingga 1996. Terdiri dari latar belakang terjadinya konflik, perjuangan melalui organisasi MNLF dan MILF, peranan negara-negara islam, dan perundingan untuk penyelesaian konflik
BAB VI : Uraian penutup yang berisi kesimpulan dan saran.



BAB II
SETING SOSIO-HISTORIS FILIPINA

A. Monografi Filipina

1. Letak, Luas dan Batasan Wilayah Filipina
Secara georafis Filipina merupakan negara kepulauan yang terletak diantara 5* dan 21* Lintas Utra (diatas garis khatulistiwa) serta 117* dan 126* Bujur Timur. Republik Filipina memiliki batasan-batasan wilayah, sebelah utara berbatasan dengan laut Cina dan pulau Formosou (Taiwan), sebelah selatan dengan wilayah laut kepulauan Indonesia, sebelah Timur dengan Samudera Pasifik, dan sebelah Barat dengan laut Cina Selatan (Skripsi. Amelia. 2006. H 13). Filipina dikelilingi oleh beberapa laut yaitu: laut Cina Selatan di sebelah barat, laut Pasifik sebelah timur, laut Sulu dan laut Sulawesi sebelah selatan, dan sebelah utara terletak sealat Bashi.
Sebagai negara kepulauan, Filipina terdiri dari 7.109 pulau dengan luas wilayah 29.629. 000 hektar. Dari sekian banyak pulau yang terdapat di Filipina hanya terdapat 730 pulau yang banyak penduduknya. Pulau terbesar diantara ribuan pulau terebut adalah pulau Luzon (104.700km2), Mindanao (94.600km2), Samar, Mindoro, Negros, Viyasan, Palawan, Leyte, Bohol, dan Masbate. Dari sekian banyak pulau-pulau yang terdapat di Filipina, maka secara global dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Pulau Luzon dan Mindoro dengan pulau-pulau sekitarnya, seperti Mololos, Pasug dan lain-lain.
b. Pulau-pulau di tengah yang disebut dengan kelompok Viyasan termasuk: Bohol, Panay, Mabate dan pulau Palawan yang membujur ke arah barat
c. Pulau-pulau sebelah selatan yang disebut dengan kelompok Mindanao, terdiri dari pulau-pulau kepulauan Sulu yang menyebar ke arah Kalimantan.

2. Keadaan Alam
Secara umum keadaan alam kepulauan Filipina tidak jauh berbeda dengan negara Indonesia, begitu pula dengan corak kehidupan masyarakat, terutama wilayah pedesaan hampir tidak berbeda dengan kehidupan masyarakat pedesaan Indonesia kecuali pada masyarakat perkotaan, dilihat dari segi pola hidup masyarakatnya, mereka cendrung kebarat-baratan (Ibid. H 14).
Filipina mempunyai beberapa gunung berapi yang terdapat di pulau Batan dan Babuyan di utara Luzon. Di Batangas terdapat gunung berapi Taal, di daerah Albay terdapat gunung Mayon, sedang di Negros Utara terdapat gunung Cablon. Selanjutnya gunung Apo di davao, seluruhnya menyebabkan tanah sekitar gunung berapi tersebut cukup subur untuk daerah pertanian (Saifullah. 2008. H ).
3. Iklim
Filipina mempunyai iklim tropis dengan kelembaban tinggi, dengan suhu rata-rata hampir sama dari utara ke selatan yaitu sekitar 26,7*C, curah hujan yang sangat berfariasi di berbagai daerah tergantung pada musim. Dibeberapa wilayah, hujan turun amat lebat, sedangkan di wilayah lainnya agak jarang.
Selain itu kepulauan Filipina termasuk wilayah yang dipengaruhi oleh angin Muson yang memiliki dua musim, yaitu musim hujan yang terjadi antara bulan Juni sampai Oktober dan musim kemarau antara bulan Mei sampai November. Di saat terjadi angin Taifu, golembang laut membentur pantai yang dilaluinya yang mencapai ketinggian 75-150 meter, sehingga angin Taifun merupakan bencana nasional di Filipina.
Angin yang banyak membawa hujan adalah angin yang bertiup dari arah barat daya dan barat laut, sebaliknya apabila angin Taufan (angin Taifun) muncul dari arah utara serta timur laut, seluruh wilayah Filipina mengalami penderitaan akibat serangannya. Curah hujan tertinggi biasanya dialami oleh pulau Luzon. Curah hujan seperti di kota Manila bisa mencapai 1200mm setiap hari. Curah hujan tertinggi di Filipina mancapai 2.500mm.
4. Kebudayaan
Kebudayaan Filipina adalah kebudayaan melayu yang telah mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Spanyol dan Amerika serikat terutama di kota-kota besar seperti Manila ke selatan dan di kelompok kepulauan Visayas.
Bagi masyarakat Filipina, kaum pria menduduki peran penting dalam rumah tangga, sama halnya dengan kaum pria di Indonesia. Kaum pria dalam rumah tangga berfungsi sebagai pencari nafkah dan kepala rumah tangga.
Masyarakat Filipina mempunyai pakaian nasional yaitu kemeja lengan panjang berenda yang terbuat dari serat nanas atau katun. Pakaian khas pria disebut Borong dan pakaian khas untuk wanita adalah rok panjang dengan leher terbuka dibagian depannya, lengan atas yang kembang yang disebut dengan Sintawak (Skripsi. Amelia. 2006. H 18).
5. Bahasa
Bahasa resmi Filipina disebut bahasa Tagalok disamping bahasa Inggris dan Spanyol. Untuk bahasa pengantar resmi di kalangan pemerintahan, dalam menyusun undang-undang nasional dipergunakan bahasa Inggris, Sedangkan bahasa Tagalok merupakan bahasa kedua yang digunakan untuk menterjemahkan aturan-aturan tersebut. Disamping itu masyarakat Filipina juga menggunakan bahasa daerah. Menurut Kustinah Musa di Filipina terdapat 77 jenis bahasa daerah (Skripsi. Amelia. 2006. H 19).
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan dan bahasa Spanyol telah meninggalkan pengaruh yang mendalam pada bangsa Filipina, hal ini dapat dibuktikan dari nama-nama yang dipakai orang-orang Filipina yang sebagian besar berbau Spanyol.
6. Agama
Filipina merupakan negara yang berpenduduk mayoritas Kristen, yaitu sekitar 92,5 persen (kebanyakan Kristen Katholik), 5 persen Islam dan 2,5 persen agama lain seperti Budha, Cina, dan kepercayaan Animisme. Pemeluk agama Islam menempati daerah bagian selatan Filipina yaitu bagian barat Mindanao dan Sulu. Dengan demikian tampuk pemerintahan banyak dipegang oleh orang-orang yang memeluk agama Kristen, sedangkan umat Islam sebagai masyarakat minoritas tetindas dan selalu mendapatkan perlakuan tidak adil bila dibandingkan dengan masyarakat yang beragama Kristen.






B. Masuk dan Perkembangan Islam di Filipina
Bukti sejarah sebagaimana kita amati menerangkan bahwa jatuhnya Baghdad, ibu kota Abbasyah ke tangan bangsa Mongol pada tahun 1258 menyebabkan arus perpindahan penduduk secara besar-besaran. Kaum muslim utamanya para ulama dan kaum sufi hijrah ke Iran dan India. Dari kedua negeri inilah mereka lepas landas meneruskan perjalanannya kewilayah semenanjung Malaka dan Asia Tenggara pada umumnya. Dari kelompok muhajjirin inilah asal usulnya “Karim Makhdum”, yang sangat mungkin sebagain besar dari mereka mendarat di pesisir Pulau Sulu.
Ada beberapa pendapat yang berbicara tentang masuknya Islam ke Filipina. Menurut Syahbudddin Mangandaralam, Islam telah masuk ke Filipina pada abat ke-10 M, akan tetapi mulai berkembang pada abad 14 M yang dibawa oleh para saudagar Arab yang melakukan transaksi perdagangan di daerah ini.
Menurut Cesar Adib Majul untuk mengetahui permulaan Islam di Filipina, khususnya di Sulu, tempat Islam mula-mula bertapak, sumber yang terpenting adalah Salsilah Sulu . Tanda pertama adalah kedatangan seseorang yang bernama tuan Masha’ika. Salsilah Sulu mengatakan bahwa dalam zaman beliau, penduduk Sulu masih belum beragama Islam, atau seperti yang dikisahkan oleh suatu riwayat, penduduk belum tergolong ke dalam Ah al-Sunnah wa’l-Jama’ah (Cesar Adib Majul. 1988. H 73). Salsilah Sulu tidak pula menyatakan dengan jelas bahwa tuan Masha’ika itu seorang muslim. Tetapi melihat dari nama-nama yang dikatakan sebagai anak-anak beliau, tuan Hakim dan Aisha, dan cucu-cucu beliau, tuan Masha’ika ini pasti seorang Islam (Ibid. H 74). Ini lebih jauh disahkan oleh nota-nota sejarah Sulu yang menyatakan bahwa tuan Masha’ika itu seorang “Begot Maumin”. Nama ini digunakan sebagai suatu istilah umum yang bermaksut penganut (Arab: Mu’minin). Oleh karena itu, yang dimaksut disini barangkali ialah bahwa tuan Masha’ika adalah keturun Islam. Lebih-lebih lagi, perkataan “tuan” dalam bahasa Sulu adalah dikaitkan dengan orang Islam (Ibid).
Menurut Lukman Harun, Islam masuk ke Filipina terjadi pada tahun 1360 M melalui Malaysia dan Indonesia terutama dari Sumatra Barat (Lukman Harun. 1985. H 213). Seorang Tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut. Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangeran dari Minangkabau (Sumatra Barat). Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga, akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis (http://cintailmoe.wordpress.com/2008/04/07/sejarah-islam-di-filipina).
Menurut Drs. Muhammad Hasan al-Aydrus ada enam da’i dari Hadramaut yang menyebarkan Islam di pulau-pulau Filipina, Sulu, Mindano, dan sebagainya. Enam da’i tersebut adalah:
1. Syarif Auliya’
Syarif Auliya dipandang sebagai salah satu da’i Islam pertama yang datang ke Mindano dan daerah lainnya dimana ia menyebarkan Islam dan menikah disana. Dari istrinya ia mendapatkan seorang putri yang diberi gelar ‘Paraisuli’. Kemudian ai kembali ke tempat dimana ia dating dari Melayu.
2. Syarif Maraja (Mahraja)
Syarif maraja datang setelah berangkatnya syarif awlya’ dan menikah dengan putrinya Paraisuli dan darinya mendapatkan dua orang putera yaitu Tabunawi dan Mamalo yang keduanya dijumpai oleh Muhammad bin Ali Zainal Abidin.
3. Syarif Makhadum Ishaq
Syarif ishaq yang bergelar ‘Uluwwul Islam’ bin Ibrahim Asmoro dianggap salah satu dari enam da’i pertama yang menyebarkan Islam di Filipina dan juga dianggap sebagai salah satu dari wali songo yang menyebarkan islam di Jawa.
4. Syarif Zainal Abidin
Syarif zainal abiding dipandang sebagai salah satu raja pertama dikepulauan Sulu.
5. Syarif Muhammad bin Ali (Kabungsuan)
6. Syarif Abubakar
Syarif Abubakar termasuk salah satu da’i-da’i besar. Ia pergi ke Makkah untuk memperoleh ilmu-ilmu keislamman disana. Setelah kembali, ia mulai menyebarkan islam sebagaimana yang dipelajarinya dari Makhdum Ishaq. Ia mengarang kitap yang bernama yang bernama “Addurrul Manzhur”. Kemudian ia menjadi sultan kepulauan Sulu setelah raja Baginda (Muhammaad Hasan al-Aydrus. 1997. H 81-83).
Di Filipina, islam mempunyai sejarah yang panjang. Kedatangan islam ke Filipina ini tidak terjadi secara serentak, tetapi secara bertahap dan berkembang ke berbagai wilayah kepulauan Filipina. Untuk pertama kali islam menapakkan kaikanya di daerah pulau sulu kemudian mindano dan baru merembah ke daerah manila dan sekitarnya. Setiap daerah yang dimasuki islam ini akan didirikan kerajaan yang akan menjadi cikal bakal sebuah peradaban Islam di Filipina.
1. Penyebaran islam ke pulau- pulau sulu
Beberapa waktu setelah kedatangan tuan masya’ika ke sulu, datanglah karimul makhdum. Salsilah tidak pula menyatakan bahwa karimul makhdum ini orang yang mula-mula memperkenalkan agama islam. Ia hanya mengatakan bahwa orang-orang dari berbagai tempat datang menemui beliau dan beliau telah mendirikan sebuah mejid (cesar adib majul. 1988. H 76)
Menurut salsilah sulu, sepuluh tahun setelah kedatangan karimun makhdum, baru datang raja baginda dari minang kabau (Sumatra barat) ke pulau sulu, setelah singgah di zamboanga dan basilan untuk menyebarkan agama islam. Pada tahun 1415 seorang arab syariful hashem syed abu bakar tiba di sulu dan mendirikan sebuah kerajaan disana dengan raja pertamanya langsung syed abu bakar. Syaed abu bakar memakai gelar paduka maulana mahasari sultan hashem abu bakar.
Dalam buku-buku malaka disebutkan bahwa abu bakar adalah seorang yang ternama dan mempunyai ilmu agama yang sangat dalam serta hokum-hukum agama dan menamakan peraturan secara islam. Ia dikenal sebagai penyiar agama islam yang bersungguh-sungguh dan mempunyai semangat yang tinggi. Setelah menduduki kursi kesultanan suku, sultan syarif abu bakar mencurahkan tenaganya dalam mengatur pemerintahan. Ia berjanji akan menjadikan Negara ini ssebagai suatu kerajaan islam yang adil, dan akan mempunyai ke istimewaan sebagai khalifah yang memegang seluruh kekuasaan. Tanah-tanah dijadikan hak baitul mal. Peraturan ini ditolak oleh masyarakat, kemudian syed abu bakr mengubah peraturan dengan menjadikan segala sesuatu untuk kepentingan umum (skripsi. Amelia. 2006. H 38-39).
Sultan syarif abu bakar meninggal dunia sekitar tahun 885 H/1480 M, setelah menetap di kepulauan sulu selama lebih kurang 30 tahun. Sepeninggalan syeh abu bakar, belau digantikan oleh anaknya yang memerintah dengan disiplin yang bernama sultan khamaluddin. Kedisiplinan dalam pemerinntahan telah menguatkan peraturan-peraturan islam, hukum-hukum agministrasi, dan kedudukan Negara. Semangat mereka untuk memerangi perampok-perampok dan bajak laut yang terdiri dari penyembah berhala dan sebagainya sehingga semuanya dapat di musnahkan, sehingga rakyat dapat hidup aman dan sentosa.
Pengaruh dari kesultanan sulu ini sampai ke Seledung (Luzon), pulau-pulau visayan, lautan Sulawesi, palawan, borneo utara, dan laut cina. Pada masa kesultanan sulu, perdagangan merambah luas, kapal-kapal perdagangan mereka mengarungi lautan-lautan teresebut sampai ke tiongkok dan jepang nagian utara, pada bagia barat sampai ke Sumatra, malaka, dan lain-lain. Pada bagian selatan dan timur sampai ke pulau-pulau Maluku, Sulawesi, dan Australia (Ibid).

2. Penyebaran islam ke pulau Mindanao
Dari segi istilahnya, nama Pulau Mindanao merupakan perubahan bentuk daripada nama “Maguindanao” yang bermaksud kebanjiran daripada air (Lembah Pulangi), hingga kelihatan seperti tasik (Http://Www.Scribd.Com/Doc/14181987/Perkembangan-Islam-Di-Kepulauan-Filipina diakses 12-03-11. pukul 16.02).
Sebelum zaman kebungsuan menyeiarkan agama islam di Mindanao, kepulauan ini tertutup oleh air laut, semua tanah dan lembah tertutup oleh ombak dan tidak ada sesuatu yang tampak kecuali gunung-gunung. Masyarakat banyak hidup dalam kesenangan di tempat-tempat yang tinggi diatas permukaan air dan membentuk beberapa perkembangan di daerah sekitar. Akan tetapi kesenangan ini berlangsung tidak lama, karena mereka akan diganggu oleh binatang-binatang yang besar dan memakan beribu-beribu manusia, yang dapat hidup baik di darat maupun di laut .
Kedatangan dan pengluasan Islam di Mindanao dan kawasan-kawasannya seperti zamboanga dan maranao mempunyai titik persamaan dengan kedatangan islam di sulu (cesar adib majul. 1988. H 92).
Menurut siti maryan yang di kutip dari skripsi Amelia, orang yang pertama memperkenalkan dan menyebarakan agama islam di Mindanao adalah syarif kabungsuan yaitu seorang ulama keturunan asli johor, yang mengaku anak seorang keturunan nabi Muhammad saw. Syarif kabungsuan ini tiba di Mindanao sekitar tahun 1515 M.
Syarif kabungsuan, berlabuh di nambakin yaitu daerah perbatasan Mindanao. Syarif kabungsuan ini bertemu dengan tabunawai dan mamalu beserta pengikut kepercayaannya. Tabunaway dan mamalu adalah dua pemimpin penyembah berhala, mereka mengundang syarif kabungsuan untuk naik ke kapalnya untuk sama-sama berakngakat ke Mindanao. Setelah lama bercengkram di kapal akhirnya mereka sampai ke Mindanao. Syarif kabungsuan ini adalah seorang yang bijak dalam penyebaran agama islam, dia tidak mau turun dari kapal, kecuali tabunaway dan mamalu beserta rombongannya memeluk agama islam. Tabunaway dan mamalu beserta rombongannya akhirnya menerima ajaran islam. Dengan demikian orang yang pertama yang di islamkan oleh syarif kabungsuan adalah tabunaway, mamlu, dan rombongannya (Ibid. h 41).
Beberapa lama setelah itu umat islam semakin bertambah dari segi kuantitasnya, maka terniat untuk oleh syarif kabungsuan untuk mendirikan kesultanan islam, maka syarif kabungsuan mendirikan kesultanan yang berkedudukan di manguindanao, dengan raja pertamanya adalah syarif Muhammad kabungsuan. Kesultanan ini adalah adalah sebuah kerajan melayu islam yang memerintah sebagian Mindanao di Filipina selatan. Pengaaruh kerajaan ini berkembang dari semenanjung zamboanga ke teluk sarangi.
Setelah syarif kabungsuan wafat, ia digantikan oleh anaknya yang bernama syarif maka alang. Sebagaimana halnya dalam sistem kerajaan, pengganti dari penguasa diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
3. Perkembangan islam ke manila dan sekitarnya
Islam masuk ke manila pada tahun 1565, yang dibawa oleh para pedagang yang berdagang melalui perdagangan melayu dan Indonesia. Di manila ini didirikan sebuah kerajaan yaitu kerajaan manila. Kerajaan manila adalah gabungan kerajaan islam yang memerintah di manila. Pada pertengahan abad ke-16 terdapat tiga raja yang memerintah di kawasan ini, yaitu raja sulaiman, raja matanda, dan raja lakandula (ibid h. 42).
Kekuasaan dari kerajaan manila ini tidak berlangsung lama, karena spanyol datang untuk menyerang kerajaan ini, sehingga pada tanggal 24 mei 1570 raja sulaiman, raja lakandula, dan raja matanda memimpin sebuah perperangan yang terjadi antara spanyol dan kerajaan manila yang disebut dengan perang bangkusay. Peperangan ini akhirnya dimenangkan oleh pasuka spanyol, karena soanyol mempunyai peralatan teknologi perang yang sangat memadai, selain itu spanyol juga dibantu oleh penduduk Filipina yang telah di kristenkan oleh spanyol.